Self-Assessment merupakan suatu sistem perpajakan yang memberikan kebebasan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk secara sukarela mendaftarkan diri mereka sendiri dengan tujuan memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mengurus seluruh kewajiban perpajakan mereka secara mandiri.
Pengertian Self-Assessment
Self-Assessment merupakan tahapan di mana wajib pajak diharapkan untuk melakukan perhitungan dan pelaporan pajak yang harus mereka bayarkan kepada otoritas pajak. Dalam self-assessment, wajib pajak memiliki kewajiban untuk mengumpulkan, menghitung, dan melaporkan pajak dengan akurat dan tepat waktu. Melalui proses ini, wajib pajak dapat lebih bertanggung jawab terhadap pajak yang harus mereka bayar, sekaligus mengurangi campur tangan dari otoritas pajak.
Lihat Juga:
Jasa Pendampingan Pemeriksaan Pajak
Manfaat dan Kelemahan
Dalam pelaksanaannya, Self-Assessment memiliki manfaat dan kelemahan. Salah satu manfaat dari sistem ini adalah efektivitas dalam pengumpulan pajak karena wajib pajak melakukan perhitungan pajak secara mandiri. Dengan adanya self-assessment, wajib pajak dapat lebih percaya terhadap mekanisme perpajakan di Indonesia, sehingga kewajiban perpajakan dapat terpenuhi dengan baik dan wajib pajak dapat bertanggung jawab dalam melaporkan SPT.
Namun, di sisi lain, terdapat kelemahan bagi wajib pajak yang tidak memiliki pengetahuan tentang perpajakan. Mereka akan menghadapi kesulitan dalam menjalankan serangkaian prosedur perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak. Wajib pajak mungkin akan mengalami kesulitan dan berpotensi melakukan kesalahan dalam menghitung jumlah pajak yang harus mereka bayar. Dampak negatif dari self-assessment ini adalah kemungkinan adanya tunggakan pajak. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, memerlukan penerapan pemeriksaan dan penagihan pajak.
Pemeriksaan Pajak
Dalam menjalankan tugasnya, DJP memiliki tanggung jawab untuk terus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak. Salah satu bentuk pengawasan yang berlaku adalah melalui pemeriksaan pajak. Melalui pemeriksaan pajak ini, DJP dapat menemukan adanya kecurangan yang wajib pajak lakukan dan juga mendorong mereka untuk membayar pajak dengan jujur sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemeriksaan pajak juga bertujuan untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, terutama penerimaan PPN. Dengan melakukan pemeriksaan pajak, DJP dapat menilai sejauh mana pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah wajib pajak lakukan.
Jika DJP menemukan ketidakpatuhan wajib pajak, mereka harus segera mengambil tindakan yang perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Citra Global Consulting
Dapatkan Self-Assessment System Perpajakan kami sekarang dan kelola pajak Anda dengan lebih efisien. Sistem yang mudah digunakan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan bisnis Anda. Segera tingkatkan produktivitas perpajakan Anda.
Mengapa Indonesia Memilih Menggunakan Sistem Self-Assessment?
Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan pendapatan bagi negara guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan negara. Oleh karena itu, memerlukan sistem pemungutan pajak yang efektif agar wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya dengan baik. Tujuannya adalah agar proses pembayaran pajak dapat dilakukan dengan mudah, benar, dan transparan. Selain itu, sistem ini juga bertujuan untuk menjaga agar semua proses dan alur pemungutan pajak berjalan dengan tertib dan terorganisir.
Di Indonesia, sistem pemungutan pajak telah mengalami beberapa kali perubahan. Hal ini berlaku untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu. Pada masa lalu, Indonesia menerapkan sistem pemungutan pajak official assessment, di mana fiskus atau petugas administrasi pajak memiliki wewenang untuk menentukan besaran pajak yang harus terbayarkan oleh wajib pajak. Namun, sistem ini berubah ketika Indonesia memasuki era reformasi perpajakan pada tahun 1983.
Pada tahun tersebut, Indonesia mengubah sistem penilaian resmi menjadi sistem penilaian mandiri yang masih berlaku hingga sekarang. Mengapa? Karena pemerintah ingin memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus mereka bayar. Selain itu, dengan sistem ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mereka kepada negara tanpa merasa terbebani. Meskipun begitu, tetap saja ada keterpaksaan tidak langsung bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka secara sukarela. Contoh dari sistem self-assessment ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).